Selasa, 07 Agustus 2012


KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN PRE EKLAMPSIA BERAT
Langkah manajemen kebidanan menurut Varney (Soepardan, 2007) adalah sebagai berikut:
1.    Langkah I: Pengkajian/Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:
a.    Anamnesa. Anamnesis dilakukan untuk mendapat biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, bio-psiko-spritual, serta pengetahuan klien.
b.    Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda -tanda vital, meliputi:
1)   Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi)
2)   Pemeriksaan penunjang (laboratorium, dan catatan terbaru serta catatan sebelunnya).
2.    Langkah II: Menginterpretasi Data Dasar
Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data - data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal - hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuaidengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
3.    Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosa Atau Masalah Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi.
4.    Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus - menerus.
Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan segera untuk segera ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.
5.    Langkah V: Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah - langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan pendamping pada saat persalinan baik itu suami maupun keluarga terdekat lainnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, kultural atau masalah psikologi.
Dengan perkataan lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar - benar valid berdasarkan pengetahuan, teori terkini (up to date), dan sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dan tidak akan dilakukan klien.
Rasional berarti tidak berdasarkan asumsi, tetapi sesuai dengan keadaan klien dan pengetahuan teori yang benar dan memadai atau berdasarkan suatu data dasar yang lengkap dan bisa dianggap valid sehingga menghasilkan asuhan klien yang lengkap dan tidak berbahaya.
6.    Langkah VI: Implementasi / Pelaksanaan Asuhan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara aman dan efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananyarencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.
7.    Langkah VII: Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhana yang diberikan.
Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi evaluasi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar - benar telah terpenuhi sebagaimana diidentifikasi di dalam diagnosa atau masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
8.    Dokumentasi dengan SOAP
Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP (Sudarti, 2010)
Uraian dari metode SOAP adalah:
S = DATA SUBYEKTIF
            Data subyektif (S), merupakan pendokumntasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama adalah pengkajian data, terutama data yang diperoleh melelui anamnesis. Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya dicatat sebagai kutipan lansung atau ringkasan yang akan berhubungan lansung dengan diagnosis. Data subyektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun. Pada pasien yang bisu, di bagian data di belakang huruf “S”, diberi tanda huruf “O” atau “X”. Tanda ini akan menjelaskan bahwa pasien adalah penderita tuna wicara.
O = DATA  OBYEKTIF
            Data obyektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney pertama adalah pengkajian data, terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data obyektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis. 
A = ANALYSIS ATAU ASSESSMENT
            Analysis atau assessment (A), merupakan pendokumentasian hasil analysis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif. Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan. Karena keadaan pasian yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan informasi baru dalam data subyektif maupun data obyektif, maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. hal ini juga menuntut bidan untuk sering melakukan analysis data yang dinamis tersebut dalam rangka mengikuti perkembangan pasien. Analysis yang tepat dan akurat akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada pasien, sehingga dapat diambil keputusan atau tindakan yang tepat.
            Analysis atau assessment merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal - hal berikut ini: diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk pasien.
P = PERENCANAAN ATAU PLANNING
            Perencanaan Atau Planning adalah rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analysis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang akan dilaksanakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain dokter.
            Meskipun secara istilah, P adalah planning atau perencanaan saja, namun P dalam metode SOAP ini juga merupakan gambaran pendokumentasian implementasian dan evaluasi. Dengan kata lain,  P dalam metode SOAP meliputi pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kelima, keenam dan ketujuh pendokumentasian P dalam SOAP ini, adalah pelaksanaan asuhan sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien.
            Pelaksanaan tindakan harus disetujui oleh pasien, kecuali bila tindakan tidak dilaksanakan akan membahayakan keselamatan pasien. sebanyak mungkin pasien harus dilibatkan dalam proses implementasi ini. Bila kondisi pasien berubah, analysis juga berubah, maka rencana asuhan maupun implementasinnya kemungkinan besar akan ikut berubah atau harus disesuaikan.
            Dalam planning ini juga harus mencatumkan evaluation/evaluasi, yaitu tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai efektifitas asuhan/hasil pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi analysis hasil yang telah dicapai dan merupakan fokus ketepatan nilai tindakan/asuhan. Jika kriteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi ini dapat menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan alternatif sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.

Senin, 30 April 2012

INSEMINASI (BAYI TABUNG) DALAM PANDANGAN ISLAM


                 Dengan majunya dibidang teknologi,kini banyak teknologi-teknologi yang mampu menciptakan bermacam-macam produk hasil teknologi tersebut yang mungkin di pandangnya lebih berkualitas. di antara produk teknologi mutakhir adalah dibidang biologi, yaitu salah satunya adanya bayi tabung. pada dasarnya orang memuji dengan kemajuan dibidang teknologi tersebut,namun mereka belum tahu pasti apakah produk-produk hasil teknologi itu dibenarkan menurut hukum agama.
Oleh karena hal tersebut di atas,untuk mengetahui lebih  banyak tentang bayi tabung dan bagaimana menurut hukum islam .
”dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengethuan tentangnya”
(Q.s. Al-isra : 36).
            Ajaran syariat islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar dalam menggapai karunia Allah SWT.demikian halnya diantara pancamaslahat yang diayomi oleh asy-syariah (tujuan filosofi syariah islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi keseimbangan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (Qs.Al-insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan pada umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajarannya.
            Inseminasi buatan adalah pembuahan pada hewan atau manusia tanpa melalui senggama (sexual intercouse) .ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia kedokteran yaitu:
1.      fertilazation in vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian di proses di vitro (tabung),dn setelah pembuahan, lalu  di transfer di rahim istri.
2.      Gamet intra felopian tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri,dan setelah tercampur terjadi pembuahan ,maka segera  di tanam saluran telur (tuba palupi) tekhnik kedua ini terlihat lebih alami, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan sexual.
            Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan islam masalah kontemporer ijtihadiah,karena tidak terdapat hukumnya secara spesifik di dalam al-qur’an dan as-sunah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. karena itu kalau masalah ini hendak dikaji menurut hukum islam, maka harus dikaji memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad(mujtahidin),agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa al-qur’an dan as-sunah yang merupakan sumber pokok hukum islam, namun, kajian masalah inseminasi buatan menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendekiawn muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar.
Bayi tabung/inseminasi butan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lin (bagi suami yang berpoligami),maka islam membenrkan,baik dengan cara mengambil sperma suami,kemudian disuntikan kedalam vagin atau uterus istri,maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim ,kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di rahim istri,asal keadaan kondisi suami istri bersangkutan bener-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memeperoleh anak. hal ini sesuai dengan hukum fiqih islam.
            Sebaliknya,kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atu ovum,maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. dan sebagai akibat hukumnya,anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yng melahirkannnya.
Dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi butan dengan donor ,ilah sebagai berikut :
Al-Qur’an surat Al-isra ayat 70 :
”Dan sesungguhnya telah kami meliakan anak-anak adam, kami angkat mereka didaratan dan dilautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk  yang telah kami ciptakan”
dan surat At-tin ayat 4:
”seseungguhnya kami telah menciptakan mnusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
            Kedua ayat tersebut menunjukan bahwa manusi diciptakan oleh tuhan sebagai makhluk yang mempunyai keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia,maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabat sendiri dan juga menghormti martabat sesama manusia.sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi.
Hadits Nabi SAw:
” Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). hadits riwayat Abu daud,Al-Tirmidzi.
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungn seksual dengan wanita hamil dari istri orng lain.
Hadits ini juga dapt dijdikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/ ovum.
            Dalil lain untuk kehalalan inseminasi buatan pada manusia harus berasal dari sperma dan ovum dari pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan ” dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah (menghindari mafsadah tau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik mashlahah/kebaikan.
            Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada mashlahah.mashlahah yang dibawa inseminsi buatan ialah membantu suami istri yang mandul,baik keduanya atau salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan mafsadahnyajauh lebih besar,antara lain berupa :
  1. Pencampuran nasab,padahal islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab
  2. Bertentangan dengan sunatullah atau hukum alam
  3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi,karena terjadi pencampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah
  4. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayangyang alami,terutama nayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya sesuai kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami.(q.s.luqman :14 dan al-ahqaf : 14).

PERDARAHAN DILUAR HAID (askeb patologi)


1.   Pengertian
Adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Ada dua macam perdarahan di luar haid yaitu metroragia dan menometroragia
Metrorargia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid. Perdarahan ovulatori terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen eksogen.
Menometrorargia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus ini sama dengan hipermenorea.
2.   Penyebab
Beberapa Penyebab Dari perdarahan diluar haid yaitu :
  1. Polip serviks
Polip adalah tumor bertangkai yang kecil dan tumbuh dari permukaan mukosa (Denise tiran : 2005 ).
Servikal polip adalah polip yang terdapat dalam kanalis servikalis (Denise tiran:2005)
  1. Erosi portio
Erosio porsiones (EP) adalah suatu proses peradangan atau suatu luka yang terjadi pada daerah porsio serviks uteri (mulut rahim). Penyebabnya bisa karena infeksi dengan kuman-kuman atau virus, bisa juga karena rangsangan zat kimia /alat tertentu; umumnya disebabkan oleh infeksi. 

  1. Ulkus portio
Ulkus portio adalah suatu pendarahan dan luka pada portio berwarna merah dengan batas tidak jelas pada ostium uteri eksternum .
  1. Trauma
Trauma adalah dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian medis.
Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Sedangkan dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan.
  1. Polip endometrium
Polip endometrium juga disebut polip rahim. Ia adalah pertumbuhan kecil yang tumbuh sangat lambat dalam dinding rahim. Mereka memiliki basis datar besar dan mereka melekat pada rahim melalui gagang bunga memanjang. Bentuknya dapat bulat atau oval dan biasanya berwarna merah. Seorang wanita dapat memiliki polip endometrium satu atau banyak, dan kadang-kadang menonjol melalui vagina menyebabkan kram dan ketidaknyamanan. Polip endometrium dapat menyebabkan kram karena mereka melanggar pembukaan leher rahim. Polip ini dapat terjangkit jika mereka bengkok dan kehilangan semua pasokan darah mereka. Ada kejadian langka saat ini polip menjadi kanker. Wanita yang telah mengalaminya terkadang sulit untuk hamil.
a.       Sebab – sebab organik
Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan olah kelainan pada:
1)      serviks uteri; seperti polip servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada portio uteri, karsinoma servisis uteri.
2)      Korpus uteri; polip endometrium, abortus imminens, abortus insipiens, abortus incompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korpus uteri, sarkoma uteri, mioma uteri.
3)      Tuba fallopii; kehamilan ekstopik terganggu, radang tuba, tumor tuba.
4)      Ovarium; radang overium, tumor ovarium.

b.      Sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan inui lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungís ovarium.
Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit  untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarana diperlukan perawatn di rumah sakit. 
3.   Patologi
Menurut schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovario pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemorrágica terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan corpus luteum.
Akibatnya terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus menerus.
Penelitian menunjukan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium yaitu endometrium atropik, hiperplastik, ploriferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis non sekresi merupakan bagian terbesar. Endometrium jenis nonsekresi  dan jenis sekresi penting artinya karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan anovulatori dari perdarahan ovuloatoir.
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda.
Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoir gangguan dianggap berasal dari factor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya  Belem seberapa dimengerti, sedang perdarahan anovulatoir biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin. 

4.   Gambaran klinik
a.    Perdarahan ovulatori
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenore) atau panjang (oligomenore). Untuk menegakan diagnosis perdarahan ovulatori perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarhan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk survei suhu badan basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
1)      korpus luteum persistens                                       
Dalam hal ini dijumpai perdarahan Madang-kadang bersamaan dengan ovarium yang membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kelainan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat menimbulkan pelepasan endometrium yagn tidak teratur (irregular shedding).
Diagnosis ini di buat dengan melakukan kerokan yang tepat pada waktunya, yaitu menurut Mc. Lennon pada hari ke 4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping nonsekresi. 
2)      insufisiensi korpus luteum
Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenore. Dasarnya ahíla kurangntya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH realizing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. 
3)      apopleksia uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. 
4)      kelainan darah
Seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekasnisme pembekuan darah.

b.   Perdarahan anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunya Kadar estrogen dibawah tingkat tertentu timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklik, Kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkutpautnya dengan jumlah folikel yang pada statu waktu fungsional aktif. Folikel – folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel – folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-mula ploriferasidapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik.
Jika gambaran ini diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan adanya perdarahan anovulatoir.
Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan tetapi paling sering pada masa permulaan yaitu pubertas dan masa pramenopause.
Pada masa pubertas perdarahan tidak normal disebabkan oleh karena gangguan atau keterlambatan proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan realizing faktor tidak sempurna. Pada masa pramenopause proses terhentinya  fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus  haid menjadi ovulatoir, pada seorang dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Akan tetapi disamping itu terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut. Selain itu faktor psikologik juga berpengaruh antara lain stress kecelakaan, kematian, pemberian obat penenang terlalu lama dan lain-lain dapat menyebabkan perdarahan anovulatoir.
5.   Diagnosis
a.    Anamnesis
1)   Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenore/amenorhe, sifat perdarahan ( banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainnya.
2)   Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah kemungkinaan penyakit metabolik, endokrin, penyakit menahun. Kecurigaan terhadap salah satu penyait tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan.
3)   Pada pemeriksaan gynecologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu).
4)      Pada pubertas tidak perlu dilakukan kerokan untuk menegakan diagnosis. Pada wanita umur 20-40 tahun kemungkinan besar adalah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum,
5)   Dilakukan kerokan apabila sudah dipastikan tidak mengganggu kehamlan yang masih bisa diharapkan. Pada wanita pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan adalah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas. 
6.   Penanganan
a.         Istirahat baring dan transfusi darah
b.         Bila pemeriksaan gynecologik menunjukan perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan :
1)    estrogen dalam dosis tinggi
Supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan secar IM dipropionasestradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Tetapi apabila suntikan dihentikan perdarahan dapat terjadi lagi.

2)   progesteron
Pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium, dapat diberikan kaproas hidroksi progesteron 125 mg, secara IM, atau dapat diberikan per os sehari nirethindrone 15 mg atau asetas medroksi progesteron (provera) 10 mg, yang dapat  diulangi berguna dalam masa pubertas.